Pengumuman hasil seleksi Calon Hakim Agung Tahap IV periode I Tahun 2015, cukup membuatku kaget. Kekagetanku ini karena kebutuhan kamar pidana 2 orang, kamar perdata 2 orang, kamar Agama 1 orang telah terpenuhi, sedangkan kebutuhan kamar TUN 2 orang hanya terpenuhi 1, Kamar militer 1 orang tidak terpenuhi. Telephon HP berdering terus dari sahabat-sahabat yang ikut prihatin dan menyayangkan, bahkan ada salah satu sahabat yang mengabarkan bahwa Kebutuhan kamar TUN itu 2 orang sedangkan peserta seleksi tinggal 4 orang yang terdiri 1 dari hakim karier dan 3 dari non karier yang diambil hanya dari karier, yang non-karier pintunya ditutup. Waktu itu dalam percakapan saya jawab "ah, engga mungkin, hanya gara-gara dari non karier ketiga teman engga ada yang terikut", selanjutnya kawan menimpali keterangan lanjut, "lihat saja kamar militer, kebutuhan 1 orang, peserta seleksi 1 orang, toh juga tidak diloloskan, dia kan juga dari non karier.
Percakapan pendek itu membuatku termenung dan berfikir, sebenarnya kalau untuk ilmu kan sudah lulus di tahap II (kualitas), kemudian aku mulai membuka (dalam hati) bahan pertanyaan para panelis. Pertanyaan diawali oleh tokoh negarawan dengan pertanyaan terkait dengan perilaku pegawai bea cukai, berapa banyak yang ditindak, siapa namanya dan apa pelanggarannya.Selanjutnya panelis dari Hakim Agung menanyakan ciri-ciri Hukum Administrasi Negara, Sifat Ultra Petita pada putusan Pengadilan Pajak, serta pendapat saya terkait Pengadilan Pajak yang administrasinya masih terpisah dari Mahkamah Agung. Panelis dari KY menanyakan maksud saya mengutip pendapat Umar bin Khattab, penyelesaian studi doktor saya yang lama, panelis yang lain menanyakan perbedaan MK dengan MA, tata urutan perundang, undangan, panelis lainnya lagi menanyakan informasi saya menerima gratifikasi organ tunggal saat ulang tahun, dan panelis lainnya lagi juga menanyakan motovasi saya menjadi hakim agung. Jawaban-jawaban saya ada sebagian yang tidak lancar terjawab karena pengaruh grogi dengan cecaran pertanyaan para panelis, meskipun masih ada panelis yang bertanya dengan lembut dan arif.
Sampai saat ini saya masih berprasangka baik (Chusnudhon) terhadap Komisi Yudisial, pertimbangan atas chusnudhon tersebut adalah Komisi Yudisial adalah kumpulan para orang-orang yang lebih mulia dari yang mulia, karena para KY memilih para Hakim Agung, sehingga lebih arif dan bijaksana dibandingkan dengan pemegang kewajiban sikap arif dan bijaksana para hakim agung.
Semoga pendapat Komisi Yudisial menutup pintu untuk Calon Hakim Agung non-karier hanya suu'dhon saja, meskipun setelah saya telusuri Komisi Yudisial memang tidak pernah meluluskan calon hakim agung non karier selama 4 tahun belakangan ini.
Semoga tidak ada kebenaran yang mendua (tan hana dharma mangrowa), semoga semua pihak senantiasa mendapat pencerahan. Batin saya telah siap menerima kegagalan ini meski kesempatan berikutnya mungkin sudah tertutup. Allah maha mengetahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar